Dualisme Kepribadian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Selasa, 05 Oktober 2010


Soepomo, seorang anggota Satpol PP tewas dalam bentrokan di makam Mbah Priok pada 14 april lalu. Menurut keluarga, beliau adalah orang yang sangat sabar, suka menolong dan ramah kepada siapa saja. Ada juga seorang anggota Satpol PP yang perutnya ditikam oleh sekumpulan anak “punk” di daerah Margonda Raya, Depok. Menurut keluarga, ia adalah pemuda yang dikenal alim dan aktif sebagai remaja mesjid di kampungnya.
Boleh jadi seorang anggota satpol PP adalah seorang pemuda yang sopan santun dalam keluarga, baik hati dan polos. Atau mereka adalah seorang ayah yang sangat sabar dan sayang kepada keluarganya. Namun ketika mereka menggunakan pakaian dinas, mereka menjadi seorang yang berbeda. Kasar, pemarah, dan menyelesaikan sesuatu dengan cara kekerasan. Kira – kira, apa yang menyebabkan mereka menjadi seperti demikian?
Idealnya fungsi utama Satpol PP adalah untuk menjalankan perintah dari pemda setempat yang berhubungan dengan keamanan dan kenyamanan daerah tersebut. Namun belaknag fungsi tersebur berubah seperti “Preman” yang dilegalitaskan. Mereka sering dan kerap kali menyelesaikan masalah dengan cara represif. Mungkin penyebab utamanya adalah lingkungan. Manusia itu kadang seperti air yang selalu mengikuti wadahnya. Begitu pula para anggota Satpol PP ini. Seperti kita ketahui bersama, belakangan ini telah terjadi pergeseran moral pada masyarat Indonesia. Adat timur yang ramah, sabar, dan sopan seolah tinggal kenangan. Masyarat kita mudah sekali terpancing emosinya jika menghadapi masalah. Boleh jadi ketika anggota Satpol PP sedang menjalankan tugasnya mereka mendapat sambutan keras dari masyrakat yang akhirnya membuat mereka menjadi emosi juga.
Kesalahan juga terjadi pada pemerintah. Mereka tidak segera menindak anggota Satpol PP yang melakukan kekerasan. Mereka juga tidak tegas dalam menegakkan UU Satpol PP. Sosialisasi Pemda terhadap masyarakat juga kurang, sehingga kadang kita mendengar bahwa Satpol PP melakukan suatu pembongkaran paksa tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.
Mungkin sudah saatnya terjadi perubahan pada birokrasi pemerintah. Mereka harus melakukan banyak sosialisasi dan pengarahan baik kepada masyatakat maupun anggota Satpol PP. Kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama juga terkadang menjadi alasan mengapa kita sering bertindak kasar dan tidak manusiawi. Dengan diadakannya perubahan ini diharapkan  pada prakteknya dilapangan terjadi keselarasan. Kalaupun terjadi selisih, tidak akan sampai kepada perikaian atau bentrok yang memakan korban jiwa. Semoga kita mengembalikan citra Bangsa Indonesia sebagai bangsa timur yang beradab.

0 komentar:

Posting Komentar